Minggu, 08 Desember 2013

Kekerasan Simbolik pada Iklan

Kekerasan simbolik menemukan tempatnya yang paling subur dalam media massa, sebab media memungkinkan terjadinya berbagai corak kekerasan tak tampak, tapi terasa (seperti distorsi, penyelewengan, pemalsuan, plesetan, pembelotan, dll).

Kita bisa menemukan corak kekerasan simbolik yang muncul dalam bentuk penggunaan bahasa dan foto atau gambar yang muncul di media (cetak maupun elektronik) yang memosisikan perempuan dalam stereotip body and beauty, not brain.

Dalam konteks itu, bahasa atau gambar kebanyakan secara ideologis mengandung makna yang merendahkan, menghakimi, dan bahkan menghina. Penggalan lead berita kriminal yang saya tampilkan tadi di awal adalah umpamanya.

Kata menggagahi adalah penyesatan yang berdampak psikologis buruk juga resistensi perempuan di mata publik rendah. Seorang bajingan yang jelas-jelas telah memerkosa perempuan, diberitakan di media sebagai menggagahi (perilaku yang gagah). Bagaimana mungkin kejahatan dibilang kegagahan? Dan kebejatan dibilang keperkasaan atau kejantanan? Di sini jelas bahasa telah terdistorsi dan termanipulasi.

Sebagai ahli komunikasi (yang belum lulus secara akademis), saya kira bahasa-bahasa yang merendahkan derajat perempuan seperti itu, merebak seolah-olah tubuh korban (perempuan) sebagai barang seni yang harus dideskipsikan atau disorot tanpa rasa empati terhadap saudara korban atau Anda, sebagai perempuan lain.

Bahasa di media yang seperti itu, menampilkan perempuan dalam cermin dan citra yang telah terdistorsi. Ini sama saja dengan kekerasan simbolik berupa kata-kata kasar, hardikan kepada perempuan. Ironisnya, keadaan itu seolah sudah dianggap biasa.

contoh-contoh kekerasan simbolik pada iklan
Iklan tidak hanya sekedar bertujuan menawarkan dan mempengaruhi calon konsumen untuk membeli suatu produk. Akan tetapi lebih dari itu, iklan turut berpengaruh dalam membentuk sistem nilai, gaya hidup maupun selera budaya tertentu. 
Iklan tidak hanya memvisualisasikan kualitas dan atribut dari produk yang harus dijualnya, tetapi mencoba membuat berguna sesuatu dan ciri produk tersebut mempunyai arti sesuatu bagi kita. Dalam konteks inilah iklan mendefinisikan image tentang arti tertentu yang diperoleh ketika orang menggunakan produk tersebut. Proses ini oleh Williamson (1978:20) disebut sebagai Using Product is Currency, yaitu menggunakan produk yang diiklankan sebagai uang untuk membeli produk kedua yang secara langsung tidak terbeli.

Pollay membagi fungsi komunikasi iklan menjadi dua :
1. Fungsi Informasional, iklan memberitahuan kepada konsumen tentang karakteristik produk.
2. Fungsi Transformasional, iklan berusaha untuk mengubah sikap-sikap yang dimiliki oleh konsumen       terhadap merek, pola belanja, gaya hidup, teknik-teknik mencapai sukses dan sebagainya.
Bagaimana pesan diterima khalayak?
Baudrillard menegaskan bahwa melalui kode-kode dalam sebuah pesan, manusia sadar akan dirinya dan kebutuhan-kebutuhannya. Kode tersebut secara hirarkis memiliki tingkatan yang digunakan untuk menandakan perbedaan-perbedaan (distinction) dari status dan kelas.

Barthes berpendapat bahwa iklan memiliki berbagai makna sesuai dengan tingkat signifikasi yang dilakukan oleh khalayak. Dengan demikian makna dari pesan yang disampaikan oleh iklan menjadi sangat majemuk.
Kekerasan simbolik yang ditujukan pada wanita lebih banyak terlihat pada iklan produk-produk yang ada di ranah pertelevisian Indonesia. Iklan shampoo sering memilih modelnya dengan kriteria rambut panjang, lurus, hitam dan lebat. Iklan ini menekankan bahwa model rambut yang indah dan cantik adalah model rambut dengan kriteria seperti itu.

contoh: iklan shampo lifebuoy
sumber: http://tvconair.com/view_ad.php?id=11080125
Kembali membahas tentang rambut, ada satu iklan dengan slogan"Cantik itu kulit mulus tanpa bulu". Suatu penekanan jelas bahwa wanita yang cantik adalah wanita yang memiliki kulit mulus TANPA bulu. Pertanyaannya, sejak kapan kecantikan seorang wanita diukur dari bulu?

contoh: iklan veet (versi astrid tiar)
Penekanan kriteria 'kulit cantik' kembali disampaikan oleh iklan pembersih wajah dan iklan hand and body lotion bahwa wanita cantik adalah wanita yang memiliki kulit mulus putih merona. Wanita yang memiliki kulit mulus putih merona akan lebih percaya diri dan banyak dirilik oleh lawan jenis, dibandingkan dengan wanita yang memiliki kulit kusam. Lucunya, kebanyakan model produk yang dipakai adalah model yang aslinya memang memiliki kulit putih dan mulus tanpa harus menggunakan produk-produk tersebut sebelumnya. 
Tak cukup hanya rambut dan kulit, iklan susu diet juga menekankan bahwa wanita yang cantik adalah wanita yang memiliki tubuh langsing. Sehingga dari serangkaian pesan pesan simbolik tersebut menyebabkan banyak wanita yang akhirnya berlomba lomba 'memaksakan diri' untuk terlihat cantik seperti kriteria model iklan agar dapat diakui dan dipuji oleh lingkungan sosialnya. 

 contoh: iklan WRP body shape
sumber: http://listen2gio.wordpress.com/2011/12/03/
Tak hanya wanita, kekerasan simbolik juga ditujukan pada pria. Slogan "Kerempeng? Mana Keren!" sudah tidak asing bagi kita yang sering melihat iklan susu khusus pria yang menampilkan model pria dengan badan sixpack. Slogan itu menekankan bahwa laki-laki yang mempunyai badan kurus sama dengan tidak menarik. Ditambahkan pula bahwa laki-laki yang memiliki badan sixpack lebih terlihat macho dan jauh lebih percaya diri dibanding laki-laki berbadan kurus. Laki-laki yang memiliki badan sixpack akan lebih 'dilirik' oleh wanita cantik dibanding laki-laki yang memiliki badan kurus.

contoh: iklan L_men
sumber: http://www.youtube.com/results?search_query=iklan+l-men&sm=3
iklan Apetton weight gain
sumber: http://www.vemale.com/brand/17048-appeton-weight-gain.html

Selain itu, kekerasan simbolik pada pria juga ditujukan pada iklan HI-Lo Teen, dalam iklan ini ditunjukkan pria ideal adalah pria yang bertubuh tinggi bukan yang bertubuh pendek, serta ditunjukkan juga bahwa sebagian besar wanita cantik pasti menginginkan pasangan yang bertubuh ideal.

contoh: iklan Hi-lo teen
sumber: http://www.youtube.com/watch?v=a4iZ6GM3EnY
Kekerasan simbolik pada iklan merupakan suatu bentuk cara para produsen dalam memasarkan produknya dengan memberikan suatu acuan bentuk fisik menawan agar dapat ditiru dan diterima oleh penonton iklan tersebut. Kekerasan simbolik ini menimbulkan dampak perubahan perilaku, gaya hidup, dan pandangan masyarakat. Sebagai masyarakat yang cerdas, kita harus bisa berpikir kritis dalam melihat dan mengolah informasi yang sudah kita dapat dari iklan tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar