|
sumber : maradahtgalung.blogspot.com |
Pengertian kode etik jurnalistik seharusnya sudah diketahui oleh para wartawan. Namun demikian, ulasan berikut untuk memberikan tambahan informasi bagi masyarakat mengenai dunia jurnalistik. Meski tidak semua orang menyukai dunia tulis menulis yang berkaitan erat dengan jurnalistik, tapi ulasan ini memiliki arti penting.
Seperti halnya profesi di bidang lainnya, kode etik merupakan kode yang harus dipatuhi dalam profesi tersebut. Biasanya selain jurnalistik juga dokter ataupun profesi lainnya. Hal tersebut sudah menjadi aturan bagi profesi tertentu tersebut. Pada ulasan berikut ini kita akan menambah informasi kita mengenai pengertian kode etik jurnalistik. Berikut ini ulasannya.
Pengertian Kode Etik Jurnalistik Menurut Beberapa Ahli
Di mulai pada praktik jurnalistik, bahwa institusi pers beserta para wartawan mengacu kepada ketentuan-ketentuan yang digarisbawahi di dalam Kode Etik Wartawan Indonesia [KEWI].
Jurnalistik adalah suatu pekerjaan yang meminta tanggung jawab wartawan dalam menjalankan profesinya. Untuk memenuhi tanggung jawabnya ini maka wartawan harus memenuhi etika profesi, yaitu Kode etik wartawan Indonesia (KEWI).
Alinea pertama, yang berbunyi Guna menjamin tegaknya kebebasan pers serta terpenuhinya hak-hak masyarakat diperlukan untuk landasan moral/ etika profesi yang menjadi pedoman operasional dalam menegakkan integritas dan profesionalitas wartawan. Pada butir kelima KEWI ini juga disebutkan Wartawan Indonesia tidak menerima suap dan tidak menyalahgunakan profesi.
Lantas William Rivers menggarisbawahi alasan kepentingan jurnalis untuk beretika. Benar tidaknya tindakan yang dilakukan seorang wartawan, ditinjau dari segi etika tidak hanya menyangkut hal-hal teknis. Seperti keterampilan bahasa atau kecermatan menulis, etika juga berkaitan dengan perilaku etis pada kemampuan dan kepekaan wartawan.
Susan Schnur dalam kolomnya di New York Times juga menulis, Etika itu bagaikan suatu gerakan yang penuh dengan cegatan di depan dan cegatan di belakang. Sementara Alex Sobur M.Si mendefiniskan lengkap Kode Etik Jurnalistik sebagai:
Filsafat di bidang moral pers, yaitu bidang yang mengenai kewajiban kewajiban pers dan tentang apa yang merupakan pers yang baik dan pers yang buruk, pers yang benar dan pers yang salah, pers yang tepat dan pers yang tidak tepat.
Atau Etika pers adalah ilmu atau studi tentang peraturan-peraturan yang mengatur tingkah laku pers; atau, dengan perkataan lain, etika pers itu berbicara tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh orang-orang yang terlibat dalam kegiatan pers. Atau, Etika pers mempermasalahkan bagimana pers itu dilaksanakan agar dapat memenuhi fungsinya dengan baik.
Lekso atau Alex Sobur pun menambahkan: di dalam kehidupan pers pun dirasa perlu adanya norma-norma etik tertentu, sebagaimana halnya dalam bidang-bidang keprofesian lainya, jika keprofesian itu banyak bergantung pada ketat atau longgarnya standar etik yang dianut, serta dipertahankan oleh yang bersangkutan. Selain itu, tentu saja, keharusan adanya jiwa pengabdian serta persiapan-persiapan teknis dan mental bagi pelaksanaan suatu profesi.
Asep Romli, seorang jurnalis radio kawakan, mengungkap juga bahwa jurnalis harus punya etika karena jurnalis sah sebagai profesi. Sebuah pekerjaan bisa disebut sebagai profesi jika memiliki empat hal berikut, sebagaimana dikemukakan seorang sarjana India, Dr. Lakshamana Rao.
1. Harus terdapat kebebasan dalam pekerjaan tadi.
2. Harus ada panggilan dan keterikatan dengan pekerjaan itu.
3. Harus ada keahlian (expertise).
4. Harus ada tanggung jawab yang terikat pada kode etik pekerjaan.
Dunia jurnalistik juga memiliki kaitan dengan dewan pers. Dewan pers memiliki wewenang lebih tinggi daripada para wartawan. Namun demikian, dewan pers tetap memiliki aturan dank ode etik yang harus diperhatikan ketika berhadapan dengan para wartaawan. Kegiatan para wartawan senantiasa terikat dengan kode etik mereka.
Dalam melaksanakan kegiatannya, para jurnalis dituntut untuk mematuhi kode etik jurnalistik yang telah ditetapkan oleh dewan pers. Adapun pengertian kode etik dalam peraturan di negara ini adalah sebagai berikut. Menurut UU Republik Indonesia nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, bab 1 ketentuan umum pasal 1 point 14 menjelaskan bahwa kode etik jurnalistik adalah himpunan etika profesi kewartawanan. Pengertian kode etik jurnalistik tersebut diartikan sebagai seperangkat aturan atau norma-norma profesi kewartawanan.
|
sumber: merantionline.com |
Seperti halnya kehidupan, norma ataupun aturan memiliki arti penting bagi manusia apalagi wartawan. Norma tersebut memiliki tujuan agar para wartawan memberikan hal terbaik dari kegiatan jurnalistiknya sesuai aturan yang berlaku dan tidak sesuka pemikiran mereka. Sebenarnya setiap profesi memiliki norma sendiri-sendiri yang harus dipatuhi dalam menjalankan kegiatannya.
Selanjutnya, pengertian kode etik jurnalistik ini diantaranya sebagai berikut. Kode etik jurnalistik merupakan pedoman operasional dalam melaksanakan tugas wartawan atau jurnalis secara profesional dan tidak melanggar hukum. Kode etik jurnalistik ini merupakan alat kontrol bagi para wartawan ketika melaksanakan tugas jurnalistiknya. Norma atau aturan yang terdapat dalam kode etik jurnalistik harus dilaksanakan dan dipatuhi oleh masing-masing individu wartawan ketika menjalankan tugasnya.
Para wartawan memiliki hak dan kewajiban yang sama satu dengan lainnya. Seperti halnya profesi lain, hak dan kewajiban tersebut harus diketahui dan dikerjakan. Wartawan memiliki beberapa jenis hak, diantaranya sebagai berikut. Wartawan memiliki hak tolak, hak jawab, dan hak koreksi sebagai hak profesi kewartawanannya.
Dalam pengertian kode etik jurnalistik juga dapat diketahui bahwa kode etik wartawan dijamin haknya untuk memberikan informasi kepada khalayak. Hal ini dijamin juga dalam UU Pers, untuk menjamin kebebasan pers, sehingga wartawan terbebas dari intimidasi atau tekanan dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan terhadap informasi yang dimiliki wartawan.
Pentingnya Kode Etik Jurnalistik
|
sumber: rektivoices.wordpress.com |
Setelah memahami pengertian kode etik jurnalistik, selanjutnya kita akan menambah pengetahuan mengenai pentingnya kode etik bagi wartawan. Keberadaan kode etik jurnalistik ini menjadi tanggung jawab bagi para jurnalis yang akan menyampaikan informasi secara benar dan akurat. Akan tetapi, wartawan tidak boleh menyampaikan berita yang bersifat dusta atau fitnah dan tidak akurat kepada masyarakat.
Berita yang bersifat dusta atau fitnah dan ditambah lagi tidak akurat dilarang untuk disampaikan kepada khalayak karena melanggar kode etik jurnalistik. Hal tersebut juga dapat diketahui oleh khalayak ketika mengetahui pengertian kode etik jurnalistik bagi para jurnalis atau wartawan. Wartawan memiliki kewajiban untuk menyampaikan berita yang benar dan akurat sesuai kode etiknya.
Berita yang menarik bagi khalayak, bukanlah berita yang menyajikan kebohongan atau dusta bahkan tidak akurat. Namun sebaliknya, berita yang disukai oleh khalayak adalah berita yang sesuai dengan faktanya dan akurat. Biasanya para wartawan dituntut untuk menunjukkan kreasi komunikasinya melalui bahasa dalam bentuk tulis ataupun lisan.
Sesuai pengertian kode etik jurnalistik, jika terjadi pelanggaran terhadap kode etik jurnalistik ini akan diselesaikan oleh majelis kode etik. Dengan demikian, kode etik jurnalistik mempunyai peran penting bagi wartawan dalam memenuhi hak masyarakat untuk mendapatkan informasi. Semoga ulasan mengenai pengertian kode etik jurnalistik dan hal lain berkaitan di dalamnya memberikan manfaat bagi kita semua meski bukan berprofesi sebagai wartawan.
Kode Etik Jurnalistik (KEJ) merupakan aturan mengenai perilaku dan pertimbangan moral yang harus dianut dan ditaati oleh media pers dalam siarannya. Kode Etik Jurnalistik pertama kali dikeluarkan oleh PWI (Persatuan Wartawan Indonesia) yang antara lain :
1. Berita diperoleh dengan cara jujur
2. Meneliti kebenaran suatu berita atau keterangan sebelum disiarkan (check dan recheck).
3. Sebisanya membedakan yang nyata (fact) dan pendapat (opinion)
4. Menghargai dan melindungi kedudukan sumber yang tidak mau disebut namanya.
5. Tidak memberitakan berita yang diberikan secara off the record (four eyes only)
6.Dengan jujur menyebutkan sumber dalam mengutip berita atau tulisan dari suatu surat kabar atau penerbitan, untuk kesetiakawanan profesi
Sejarah Jurnalistik Indonesia
Sebagai pengawas kekuasaan, perkembangan jurnalistik di Indonesia selalu berkaitan erat dengan pemerintahan dan gejolak politik yang terjadi. Cerita sejarah jurnalistik Indonesia mulai merebak pada masa pergerakan. Berdasarkan sejarah, jurnalistik Indonesia dibagi menjadi 3 golongan.
1. Pers Kolonial
Sejarah jurnalistik Indonesia pertama dimulai oleh orang-orang Belanda. Saat itu dibangun sebuah persatuan jurnalistik. Persatuan jurnalistik tersebut dikenal juga dengan istilah Pers Kolonial. Pers Kolonial merupakan pers yang dibangun oleh orang-orang Belanda di Indonesia. Pada Abad ke-18, muncul surat kabar berama Bataviasche Nouvellesd. Sejak saat itu bermunculan surat kabar dengan bahasa Belanda yang isinya bertujuan untuk membela kaum kolonialis.
2. Pers Cina
Berkembangnya dunia jurnalistik di Indonesia juga taklepas dari pengaruh orang-orang Cina. Sejarah jurnalistik Indonesia yang berhubungan dengan kaum dataran Cina ini dimulai dari kemunculan surat kabar yang dibuat oleh orang-orang Cina. Media ini dibuat sebagai media pemersatu keturunan Tionghoa di Indonesia.
3. Pers Nasional
Sejarah jurnalistik Indonesia yang sesungguhnya dimulai saat gerakan Pers Nasional muncul pada abad ke-20 di Bandung dengan nama Medan Priayi. Media yang dibuat oleh Tirto Hadisuryo atau Raden Djikomono, diperuntukan sebagai alat perjuangan pergerakan kemerdekaan. Tirto Hadisuryo akhirnya dianggap sebagai pelopor peletak dasar-dasar jurnalistik modern di Indonesia.
Sejarah Jurnalistik Indonesia Dari Penguasa hingga Industri
Sejarah jurnalistik Indonesia menjadi tonggak berkembangnya Pers Indonesia itu sendiri. Terlebih setelah bangsa Indonesia memproklamirkan kemerdekaannya. Mulailah bermunculan berbagai surat kabar baru. Jika dilihat berdasarkan situasi politik dan pemerintahan yang terjadi sejak kemerdekaan hingga saat ini, pers di Indonesia mengalami beberapa fase sebagai berikut.
1. Pers sebagai Alat Perjuangan
Sejarah jurnalistik Indonesia terus bergulir. Setelah reformasi, pers dibutuhkan sebagai alat pemersatu bangsa. Dari tahun 1945 hingga 1950 masih ada pergolakan untuk mempertahankan kemerdekaan RI. Fungsi pers di sini sebagai pemberi informasi dan sebagai alat provokasi untuk mengajak rakyat agar mau berjuang bersama. Beberapa surat kabar yang ada saat itu adalah Soeara Merdeka (Bandung), Berita Indonesia (Jakarta), Merdeka, Independent, Indonesian News Bulletin, Warta Indonesia, dan The Voice of Free Indonesia. Surat kabar tersebut menjadi saksi bisu cerita sejarah jurnalistik Indonesia.
2. Pers Partisipan (Pers sebagai Alat Politik)
Pada 1950 -1960, setelah Indonesia mendapatkan kemerdekaannya, pergolakan politik di dalam negara pun mulai terjadi. Pers di Indonesia mulai terjebak menjadi media politik. Surat kabar menjadi alat propaganda tiap partai politik. Tiap-tiap surat kabar menjadi alat untuk menjatuhkan partai lain sehingga situasi negara semakin panas dan menjadi kacau. Tahun-tahun ini menjadi tahun penuh cerita dramatis dalam perjalanan sejarah jurnalistik Indonesia.
Di masa Orde Baru, pers dengan adanya penggabungan beberapa partai politik membuat hubungan antara pers dan partai politik saat itu menjadi putus. Pers menjadi lebih independen dan tidak terpengaruh dalam hal pemberitaan. Ketika itulah pers mulai berani sebagai alat kritik pemerintahan. Untuk itu, Presiden Soeharto langsung melakukan tindakan pembekuan terhadap pers yang berani melakukan kritik terhadap pemerintah. Sejak saat itu, pers seperti ketakuatan. Informasi yang diberikan sangat sempit cakupannya. Tidak ada yang berani menentang penguasa saat itu. Sejarah jurnalistik Indonesia memang benar-benar memaparkan cerita-cerita menarik bagi warga jurnalisme itu sendiri.
3. Pers sebagai Alat Pengawas Pemerintahan
Sejarah jurnalistik Indonesia tidak selamanya menyuguhkan cerita-cerita dramatis. Di tahun 1990-an, pers di Indonesia mulai bangkit. Pers mulai berani bertindak sebagai alat pengawas pemerintahan. Kritik pun mulai berani dilancarkan, dan pers mulai menunjukkan taringnya. Maka tumbanglah rezim Soeharto di tahun 1998. Penyerahan jabatan kepada BJ Habibie disambut dengan suka cita. Departemen Penerangan mulai ditiadakan, sehingga pers mendapatkan kembali kebebasannya.
4. Pers sebagai Industri
Masa-masa suram sejarah jurnalistik Indonesia perlahan mulai kembali cerah. Sejak tumbangnya Soeharto, hingga sekarang pers mulai bermunculan. Semakin banyaknya media massa ini tentu membuat mereka harus bersaing untuk tetap hidup dan mendapat perhatian masyarakat. Maka pers semakin kreatif dalam pengemasan informasinya.Tidak hanya pemberitaan tentang politik dan situasi negara saja, pers kini mulai memperhatikan keingintahuan masyarakat akan sebuah informasi, seperti musik, gaya hidup, kuliner, ekonomi dan lainnya.
Kode Etik AJI (Aliansi Jurnalis Independen)
1. Jurnalis menghormati hak masyarakat untuk memperoleh informasi yang benar.
2. Jurnalis senantiasa mempertahankan prinsip-prinsip kebebasan dan keberimbangan dalam peliputan dan pemberitaan serta kritik dan komentar.
3. Jurnalis memberi tempat bagi pihak yang kurang memiliki daya dan kesempatan untuk menyuarakan pendapatnya.
4. Jurnalis hanya melaporkan fakta dan pendapat yang jelas sumbernya.
5. Jurnalis tidak menyembunyikan informasi penting yang perlu diketahui masyarakat.
6. Jurnalis menggunakan cara-cara yang etis untuk memperoleh berita, foto dan dokumen.
7. Jurnalis menghormati hak nara sumber untuk memberi informasi latar belakang, off the record, dan embargo.
8. Jurnalis segera meralat setiap pemberitaan yang diketahuinya tidak akurat.
9. Jurnalis menjaga kerahasiaan sumber informasi konfidensial, identitas korban kejahatan seksual, dan pelaku tindak pidana di bawah umur.
10. Jurnalis menghindari kebencian, prasangka, sikap merendahkan, diskriminasi, dalam masalah suku, ras, bangsa, politik, cacat/sakit jasmani, cacat/sakit mental atau latar belakang sosial lainnya.
11. Jurnalis menghormati privasi, kecuali hal-hal itu bisa merugikan masyarakat.
12. Jurnalis tidak menyajikan berita dengan mengumbar kecabulan, kekejaman kekerasan fisik dan seksual.
13. Jurnalis tidak memanfaatkan posisi dan informasi yang dimilikinya untuk mencari keuntungan pribadi.
14. Jurnalis tidak dibenarkan menerima sogokan. Catatan: yang dimaksud dengan sogokan adalah semua bentuk pemberian berupa uang, barang dan atau fasilitas lain, yang secara langsung atau tidak langsung, dapat mempengaruhi jurnalis dalam membuat kerja jurnalistik.
15. Jurnalis tidak dibenarkan menjiplak.
16. Jurnalis menghindari fitnah dan pencemaran nama baik.
17. Jurnalis menghindari setiap campur tangan pihak-pihak lain yang menghambat pelaksanaan prinsip-prinsip di atas.
18. Kasus-kasus yang berhubungan dengan kode etik akan diselesaikan oleh Majelis Kode Etik.
Contoh pelanggaran
|
sumber: republikmengejarimpian.blogspot.com |
Salah satu contoh kasus kekeliruan berita di news online adalah kasus Imanda Amalia yang dikabarkan sebagai WNI yang tewas saat kerusuhan di Mesir bulan Februari 2011 lalu. Berita ini diperoleh dari sebuah posting di akun facebook milik Science of Universe.
Imanda dikabarkan berada di Mesir sebagai relawan United Nations Relief and Works Agency (UNRWA). Meski belum ada kejelasan data dari Kedutaan Besar maupun dari Kementerian Luar Negeri, namun beberapa news online seperti detik.com dan tribunnews telah memberitakan hal tersebut di running news mereka, bahkan sampai diikuti oleh beberapa stasiun televisi swasta sehingga hampir seluruh masyarakat percaya akan hal itu.
Namun rupaya berita tersebut hanyalah isu belaka, pada akhirnya Kemenlu RI memastikan bahwa tidak ada WNI yang tewas di Mesir. Meskipun demikian, kekeliruan berita dalam news online adalah sering dianggap sebagai hal wajar karena memang para wartawan media online harus bersaing untuk mendapatkan berita tercepat dan karena pemuatan berita tersebut bersifat running news, sehingga berita yang salah dapat diperbaiki dalam berita terbaru yang dimuat. Inilah rupanya yang membuat masyarakat jarang sekali protes bila ada kekeliruan berita di news online.
Pelanggaran etika jurnalistik dalam media online, seperti yang terjadi dalam kasus di atas memang rawan terjadi. Contoh pelanggaran etika jurnalistik pada kasus di atas ialah penggunaan media sosial sebagai sumber berita tanpa adanya verifikasi terlebih dahulu. Selain itu, dalam media online juga rawan terjadi pelanggaran hak cipta dengan mengambil gambar dan mengutip tanpa mencantumkan sumber, dan plagiarisme.
Hal ini jelas merupakan pelanggaran bagi kode etik jurnalistik (KEJ) yang dalam pasal-pasalnya menyebutkan bahwa wartawan Indonesia menghasilkan berita yang akurat, menghasilkan berita faktual dan jelas sumbernya, pengambilan gambar, foto, suara dilengkapi sumber, tidak melakukan plagiat, dan selalu menguji informasi.